Sumber Materi:
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/komponen-komponen-kurikulum/
Komponen-Komponen Kurikulum
Oleh : Akhmad Sudrajat
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) materi;
(3) strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi. Kelima
komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing
komponen tersebut.
A. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi
manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti
kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang
disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber
daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal
menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti
yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan
secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
1. Autonomy; gives individuals
and groups the maximum awarenes, knowledge, and ability so that they can manage
their personal and collective life to the greatest possible extent.
2.
Equity; enable all citizens to
participate in cultural and economic life by coverring them an equal basic
education.
3.
Survival ; permit every nation
to transmit and enrich its cultural heritage over thegeneration but also guide education
towards mutual understanding and towards what has become a worldwide
realization of common destiny.)
Dalam perspektif pendidikan
nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : ”
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang
merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam
tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap
jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007
dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1.
Tujuan pendidikan dasar adalah
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2.
Tujuan pendidikan menengah adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan
adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional
tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di
setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Berikut ini disampaikan beberapa
contoh tujuan kurikuler yang berkaitan dengan pembelajaran ekonomi, sebagaimana
diisyaratkan dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar :
1. Tujuan Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial di SMP/MTS
·
Mengenal konsep-konsep yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
·
Memiliki kemampuan dasar untuk
berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial
·
Memiliki komitmen dan kesadaran
terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
·
Memiliki kemampuan berkomunikasi,
bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
nasional, dan global.
2. Tujuan Mata Pelajaran Ekonomi di
SMA
·
Memahami sejumlah konsep ekonomi
untuk mengkaitkan peristiwa dan masalah ekonomi dengan kehidupan sehari-hari,
terutama yang terjadi dilingkungan individu, rumah tangga, masyarakat, dan
negara
·
Menampilkan sikap ingin tahu
terhadap sejumlah konsep ekonomi yang diperlukan untuk mendalami ilmu ekonomi
·
Membentuk sikap bijak, rasional dan
bertanggungjawab dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan ilmu ekonomi,
manajemen, dan akuntansi yang bermanfaat bagi diri sendiri, rumah tangga,
masyarakat, dan negara
·
Membuat keputusan yang
bertanggungjawab mengenai nilai-nilai sosial ekonomi dalam masyarakat yang
majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional
3. Tujuan Mata Pelajaran
Kewirausahaan pada SMK/MAK
·
Memahami dunia usaha dalam kehidupan
sehari-hari, terutama yang terjadi di lingkungan masyarakat
·
Berwirausaha dalam bidangnya
·
Menerapkan perilaku kerja prestatif
dalam kehidupannya
·
Mengaktualisasikan sikap dan
perilaku wirausaha.
4. Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMK/MAK
·
Memahami konsep-konsep yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
·
Berpikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
·
Berkomitmen terhadap nilai-nilai
sosial dan kemanusiaan
·
Berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan
global.
Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari
pendidikan nasional sampai dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat abstrak
dan konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan
pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran dari setiap mata pelajaran.
Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat
spesifik dan lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as result of the teaching that
he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih
Sukmadinata, 1997). Dengan kata lain, tujuan pendidikan tingkat operasional ini
lebih menggambarkan perubahan perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta
didik melalui proses pembelajaran. Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan
perilaku tersebut meliputi perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotor.
Lebih jauh lagi, dengan mengutip
dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) memberikan gambaran
spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
1.
Menggambarkan apa yang diharapkan
dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja
yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang
membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang
sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat
diajak bekerja sama.
2.
Menunjukkan perilaku yang diharapkan
dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian
respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
3.
Menggambarkan kondisi-kondisi atau
lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau
lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran
ini memiliki arti yang sangat penting.. Keberhasilan pencapaian tujuan
pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan terhadap keberhasilan
tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
Terlepas dari rangkaian tujuan di
atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang
melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat
klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya
maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi
dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek
kognitif.
Apabila kurikulum yang dikembangkan
menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan
pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri
peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif.
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya,
maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial
yang krusial dan kemampuan bekerja sama.
Sementara kurikulum yang
dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori
pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian
kompetensi.
Dalam implementasinnya bahwa untuk
mengembangkan pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan
hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya
berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu
secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan
dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik,
dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran
filsafat yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan
secara bereimbang. .
B. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran
atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari
filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan
materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran
disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:
1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep,
definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat
sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara
variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh
organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari
sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan
hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam
penelitian.
4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada
dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang
berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam
materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta
kejadian.
7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru
dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau
proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9. Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau
pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk
menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan
pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan
kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil
dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi
pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran
dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat
dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial
bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi
pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian
rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu
kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi
bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak
bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat
perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya
sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu
filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik
dan fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi
pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki
wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu
memperhatikan hal-hal berikut :.
1.
Sahih
(valid); dalam arti materi
yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan
kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang
aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke
depan.
2.
Tingkat
kepentingan; materi
yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana
materi tersebut penting untuk dipelajari.
3.
Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan
manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan
dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut
pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat
mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari.
4.
Layak
dipelajari; materi
memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak
terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap
pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5.
Menarik
minat; materi yang dipilih
hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari
lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk
mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang
mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan
tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
1. Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang
mengandung urutan waktu.
2. Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang
mengandung hubungan sebab-akibat.
3. Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang
mengandung struktur materi.
4. Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis
merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada
keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens
psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang
kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran
disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur,
dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
1. Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang
dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian
dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
2. Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini
mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan
masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a)
pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d)
pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
3. Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta
didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain
guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan
peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
4. Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur
pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian
dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau
kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang
mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan
perilaku terakhir.
C. Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan
yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan
tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula
terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang
menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan
informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan
pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang
dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di
dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan
pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara
pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran
yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal,
seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang
berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme.
Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses
pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif
menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya,
sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh
materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan
pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode
dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari
guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses
dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi,
simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya
sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai
fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang
kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk
mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan
belajar.
Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha
mengenal para peserta didiknya secara personal.Selanjutnya, dengan munculnya
pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan
kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran.
Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan
klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta
didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis
dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru,
seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam
pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan
mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai
dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata
banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi
pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai
muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh
karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan
strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang
memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif,
kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
D. Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari
pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan
kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1.
Mata pelajaran terpisah
(isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah
mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada
hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu
tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta
didik, semua materi diberikan sama
2.
Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan
sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah
menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik
memahami pelajaran tertentu.
3.
Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran
yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan)
dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core
subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4.
Program yang berpusat pada anak
(child centered), yaitu program kurikulum yang
menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata
pelajaran.
5.
Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah
diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya
diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya.
Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara
terintegrasi.
6.
Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi
kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang
bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu :
(1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi; (4) kelompok mata pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran
tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu,
yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk
memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta untuk
kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik disediakan kegiatan
pengembangan diri.
E. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian
terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian
tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang
bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be
defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives
or values of the curriculum”
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan
untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai
kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada
efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility)
program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam
kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the
quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative
importance of various subject, the degree to which objectives are implemented,
the equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa
luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh
tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk
mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja
dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang
perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan
persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan
syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals,
comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi,
bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi
yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen
yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi
kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif,
seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain.
Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan,
questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan
penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk
pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi
kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para
pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem
pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum
juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana
pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik,
memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara
penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih
Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya, Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi kurikulum, yaitu
: (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan
(3) pendekatan campuran multivariasi.
Di samping itu, terdapat beberapa
model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP (Context, Input,
Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan
progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik
peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan,
prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri.
Evaluasi model ini bermaksud
membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan
sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment
mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan
oleh (1972) Stufflebeam menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi,
yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi
program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program
pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut
adalah, sebagai berikut :
1. Context; yaitu situasi atau latar belakang
yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan
dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen
atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja
dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja
yang bersangkutan, dan sebagainya.
2. Input; bahan, peralatan, fasilitas yang
disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi
pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media
pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3. Process; pelaksanaan nyata dari program
pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar,
pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan
lain-lain.
4. Product; keseluruhan hasil yang dicapai
oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang.
Sumber Bacaan :
1.
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan
Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Puskur Balitbang.
2.
________. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang
Efektif; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Puskur Balitbang
3.
________. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi;
Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Puskur Balitbang.
4.
________. 2003. Model Pelatihan dan
Pengembangan Silabus; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Puskur Balitbang.
5.
________. 2003. Pengelolaan Kurikulum di
Tingkat Sekolah; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Puskur Balitbang.
6.
________. 2003. Penilaian Kelas;
Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
7.
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja
Rosdakarya.
8.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja
Rosdakarya.
9.
_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan.
Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya
10.
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T.
Remaja Rosdakarya.
11.
Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007
12.
Tim Pengembang MKDK. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
13.
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan.
Bandung: P.T. Media Iptek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar